How Customer Journey Maps Can Improve Customer Experience

Pada artikel ini, kita akan membahas bagaimana variabel user persona, pain points dan friction point berdampak pada retensi pelanggan atau kustomer, dan bagaimana user journey map dapat mencakup semua variabel tersebut. Upaya untuk merebut hati kustomer menjadi pelanggan yang setia merupakan proses yang lumayan kompleks dan berdarah-darah saat ini. Berbagai metode dan teknik diperkenalkan, dari yang sederhana sampai dengan yang advanced dengan memanfaatkan teknologi informasi untuk melakukan penggalian dan analisa data. Namun ada satu hal menarik, yaitu bagaimana setiap pendekatan memiliki 1 ciri khas yaitu pentingnya untuk dapat memetakan perjalanan dan interaksi kustomer dengan produk atau layanan kita, atau yang biasa disebut dengan user / customer journey map. Sesuai dengan namanya, customer journey map adalah sebuah peta yang membantu kita untuk melacak rute perjalanan kustomer dari sebelum menggunakan produk / layanan kita (Tahap awareness), sampai dengan tahap sesudah menggunakan produk / layanan kita (Tahap advocacy). Peta ini selanjutnya tidak hanya sekedar menggambarkan tahapan, namun juga aktivitas di setiap tahapan dan bahkan emosi yang bermain di tahapan tersebut. Mengapa hal ini penting? Karena peta ini selanjutnya yang memandu kita dalam merumuskan solusi yang unik, tidak sekedar solusi hasil copy-paste kiri-kanan lalu dibungkus ulang. Customer journey map bervariasi tergantung model bisnis dan sektor yang menjadi fokus analisa. Menariknya, peta ini hanya dapat dibuat jika kita sudah melakukan pendekatan terlebih dahulu, berusaha memahami pengguna atau calon pengguna dari sudut pandang mereka. Customer journey map juga menjadi indikator ketika suatu organisasi berani mengklaim bahwa solusi pendekatan mereka berfokus pada konsumen (customer oriented). Karena yang sering terjadi, solusi yang dirumuskan didasarkan pada asumsi atau sudut pandang dari si pembuat solusi yang selanjutnya di persepsikan akan diterima oleh kustomer.

Membuat "User Persona"

User persona adalah adalah representasi fiksi untuk target pengguna tertentu. Pengguna disini bisa pengguna produk / layanan kita saat ini, atau calon pengguna baru yang akan dibidik melalui produk atau layanan yang kita tawarkan. User persona menjadi dasar saat kita membuat journey map, semakin detail user persona -nya, semakin baik journey map -nya, dengan demikian semakin tajam potensi perbaikan customer experience -nya. Target segmen pengguna pastinya lebih dari satu, karenanya penting untuk membuat user persona mewakili karakter dari masing-masing target konsumen, bahkan untuk target yang sama bisa didapat beberapa karakter yang cukup berbeda. Karakter-karakter berbeda ini yang selanjutnya menentukan perilaku mereka masing-masing saat berinteraksi dengan produk atau layanan kita yang dipetakan pada user journey map.

User persona juga bermanfaat dalam upaya kita menggali hal-hal apa yang menjadi penghambat, motivasi dan sumber informasi selama interaksi dalam proses perjalanan pengguna. Yang selanjutnya dipecah (breakdown) kedalam user journey map untuk memperlihatkan atribut-atribut tadi di setiap fase. User journey map juga merupakan pendekatan dimana kita dapat menyajikan informasi terkait target pengguna dalam bentuk storytelling. User persona sebaiknya terus diperbaharui secara berkala, terutama ketika kita sudah melakukan pembaharuan pada produk atau layanan kita, karena kondisi dari kebutuhan, tantangan dan emosi pengguna yang dinamis sebagai respon terhadap lingkungan, situasi dan kondisi dari waktu ke waktu yang merupakan ciri khas dari seorang manusia.

Customer Journey Map. (Sumber: https://www.interaction-design.org/literature/topics/customer-journey-map)

Identifikasi 'Pain Points'

Identifikasi pain points merupakan tahap yang kritikal dalam upaya kita untuk menciptakan pengalaman pengguna yang lebih baik. Karena melalui user journey map, kita baru dapat mengidentifikasi pada fase mana pain points berada, di fase mana yang masih menyisakan ruang untuk perbaikan. Selanjutnya identifikasi yang dilakukan akan menjadi dasar dalam menentukan solusi yang unik, solusi dari produk atau layanan yang dapat menjawab permasalahan pengguna, harapannya tentu saja secara potensial meningkatkan kemungkinan bagi produk atau layanan kita untuk diterima dengan baik di pasar. Proses identifikasi pain points dengan memanfaatkan user journey map juga merupakan bentuk upaya yang berkesinambungan dari penyedia produk atau layanan untuk terus berinovasi. Sampai disini kita dapat melihat bagaimana user journey map begitu vital perannya, kita dapat membayangkan ini sebagai peta medan pertempuran, mereka yang dapat memetakan dengan baik akan memiliki keunggulan kompetitif dalam peta persaingan. Seandainya pembaca juga familiar dengan pendekatan manajemen ‘samudera biru’, maka peta ini menjadi panduan bagi organisasi dalam menciptakan keunikan produk atau layanan dan tidak terjebak dalam penawaran produk atau layanan yang sama dengan pesaing (samudera merah).

Menghilangkan 'Friction Points'

Friction points sebenarnya adalah pain points yang sengaja diabaikan atau ditoleransikan. Penting bagi organisasi untuk dapat mengidentifikasi paint points dari sudut pandang pengguna. Jika produk ataupun layanan yang ditawarkan belum ada, kita dapat mengacu pada paint points yang diperoleh dari pengalaman pengguna saat menggunakan produk atau layanan pesaing yang sejenis atau produk – layanan alternatif. Mengapa friction points perlu untuk menjadi perhatian? Karena kondisi dan lingkungan dimana organisasi berada dan beroperasi semakin dinamis hari ini, organisasi dituntut untuk menjadi agile, dan bobot atau dampak dari friction points yang selama ini diabaikan atau ditoleransikan juga bergerak dinamis. Simpelnya, jika di waktu sebelumnya dengan situasi dan kondisi tertentu, beberapa pain points dapat ditoleransikan menjadi friction points, di waktu lainnya dengan situasi dan kondisi yang sudah berubah dapat menyebabkan friction points menjadi pain points yang berdampak serius pada upaya organisasi dalam menciptakan pengalaman pengguna yang lebih baik. Hal ini juga semakin dipertegas karena banyak studi yang menunjukkan bahwa persaingan saat ini berfokus pada upaya penciptaan pengalaman pengguna yang terbaik, bahkan dalam beberapa kasus, pengalaman pengguna lebih menjadi faktor dominan penentu loyalitas pengguna dibanding layanan atau produknya itu sendiri. Sama seperti pain points, organisasi diharapkan untuk terus menerus berupaya mengidentifikasi pain points dan friction points mereka dari waktu-ke-waktu.

Retain Customers

Tujuan akhir dari upaya peningkatan dan perbaikan pengalaman pengguna adalah peningkatan pada retensi pelanggan atau loyalitas pelanggan, dan disaat yang sama menekan churn (pelanggan yang berpindah ke pesaing). User journey map adalah perangkat terbaik saat ini yang dapat membantu organisasi memetakan fase perjalanan yang mencakup berbagai dimensi yang menjadi tolak ukur bagi pengguna dalam interaksinya dengan produk dan layanan yang mereka gunakan. Kabar baiknya, hari ini banyak template-template yang dapat digunakan sebagai alat bantu bagi organisasi dalam memetakan journey map. Perlu diingat bahwa keberhasilan proses pemetaan hanya bisa di realisasi jika kita sudah dapat menentukan apa yang menjadi goal dari produk dan layanan kita, serta tipe pelanggan seperti apa yang kita sasar. Kedua hal tersebut menjadi kunci dari kesuksesan proses elaborasi user journey map.

Menarik untuk disadari bahwa diskusi tentang pengalaman pengguna bersifat lintas keilmuan. Hari ini di era ekonomi digital, produk dan layanan digital yang bersifat disruptif justru karena pendekatan pengalaman penggunanya (User Experience / UX). Sebagai contoh: Gojek, yang ditawarkan adalah pengalaman pengguna dalam hal memesan ojek. Jadi Gojek tidak menawarkan produk atau layanan baru, tapi esensinya pendekatan pengalaman pelanggan yang unik, memudahkan dan menyenangkan dalam memesan ojek dengan menggunakan teknologi informasi. Kondisi sosial ekonomi saat ini juga mengarahkan organisasi melakukan percepatan transformasi digital yang akhirnya menyebabkan ruang lingkup pengalaman pengguna bukan hanya sebatas dalam konteks perdagangan jual-beli, namun juga bagaimana layanan berbasis teknologi informasi yang di implementasikan oleh organisasi dapat diterima oleh pengguna internal organisasi dan dioptimalkan penggunaannya untuk mendukung objektif bisnis organisasi. Salah satu program studi yang mengadopsi hal ini adalah prodi Sistem Informasi, yang secara keilmuan bersifat aplikatif dan lintas bidang antara manajemen dengan teknologi informasi. Dari kacamata keilmuan Sistem Informasi, teknologi dilihat sebagai solusi, ketika bicara solusi berarti kita harus beranjak dari permasalahan atau pain points, dan user journey map adaalh salah satu perangkat untuk memahami apa yang menjadi kendala organisasi dengan pendekatan yang bersifat human-centric.

Marcel, S.Kom., M.TI., ITIL, COBIT5, PRINCE2, AgilePM

Salah satu dosen prodi Sistem Informasi UKRIDA dengan fokus keilmuan terkait transformasi digital, IT governance and service management, IT infrastructure.

Related Articles

Responses

Your email address will not be published. Required fields are marked *